WHISTLE BLOWING
Whistle blowing adalah
tindakan seorang pekerja yang memutuskan untuk melapor kepada media, kekuasaan
internal atau eksternal tentang hal-hal ilegal dan tidak etis yang terjadi di
lingkungan kerja.
Whistleblowing
system
Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing
System) adalah
sistem yang mengelola pengaduan/penyingkapan mengenai perilaku melawan hukum,
perbuatan tidak etis/tidak semestinya secara rahasia, anonim dan mandiri (Independent)
yang digunakan untuk mengoptimalkan peran serta Insan Jasa Marga dan pihak
lainnya dalam mengungkapkan pelanggaran yang terjadi di lingkungan Perusahaan.
Sistem
Pelaporan Pelanggaran digunakan apabila Pengaduan/ Penyingkapan dianggap tidak
efektif untuk disalurkan melalui jalur formal (melalui atasan langsung atau
fungsi terkait).
Lingkup Pengaduan/Penyingkapan
yang akan ditindaklanjuti oleh Sistem Pelaporan Pelanggaran adalah tindakan
yang dapat merugikan Perusahaan, meliputi sebagai berikut:
1. Penyimpangan dari peraturan
dan perundangan yang berlaku;
2. Penyalahgunaan jabatan untuk
kepentingan lain di luar Perusahaan;
3. Pemerasan;
4. Perbuatan curang;
5. Benturan Kepentingan;
6. Gratifikasi.
Perilaku whistle blowing
berkembang atas beberapa alasan, yaitu :
1. Pergerakan
dalam perekonomian yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pendidikan,
keahlian, dan kepedualian sosial dari para pekerja.
2. Keadaan
ekonomi sekarang telah memberi informasi yang intensif dan menjadi penggerak
informasi.
3. Akses
informasi dan kemudahan berpublikasi menuntun whistle blowing sebagai
fenomena yang tidak bisa dicegah atas pergeseran perekonomian ini (Rothschild
& Miethe, 1999).
CREATIVE
ACCOUNTING
Kata-kata ‘creative accounting’
terdiri dari 2 kata yaitu ‘creative’ yang artinya kebolehan seseorang
menciptakan ide baru yang efektif, dan kata ‘akuntansi’ itu artinya pembukuan
tentang financial events yang senantiasa berusaha untuk setia kepada
kondisi keuangan yang sebenarnya (faithful representation of financial
events).
‘Creative accounting’ menurut
Amat, Blake dan Dowd [1999] adalah sebuah proses dimana beberapa pihak
menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk didalamnya
standar, teknik dsb.) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan.
Sedangkan, Stolowy dan Breton [2000] menyebut ‘creative accounting’ merupakan
bagian dari ‘accounting manipulation’ yang terdiri dari ‘earning management’ ,
‘income smoothing’ dan ‘creative accounting’ itu sendiri.
Pihak-pihak yang terlibat di dalam
proses creative accounting antara lain :
1. Manajer
2. Akuntan
3. Pemerintah
4. Asosiasi
industri dll.
Creative accounting melibatkan
begitu banyak manipulasi, penipuan, penyajian laporan keuangan yang tidak
benar, seperti permainan pembukuan (memilih penggunaan metode alokasi,
mempercepat atan menunda pengakuan atas suatu transasksi dalam suatu periode ke
periode yang lain).
FRAUD ACCOUNTING
Fraud
adalah
tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui,
menipu, atau memanipulasi bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di
lingkungan bank dan/atau menggunakan sarana bank sehingga mengakibatkan bank,
nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku fraud memperoleh
keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Jenis-jenis
fraud
Jenis-jenis fraud yang sering terjadi di berbagai
perusahaan pada umumnya dapat dibedakan atas 3 (tiga) macam :
- Pemalsuan (Falsification) data dan tuntutan palsu (illegal act). Hal ini terjadi manakala seseorang secara sadar dan sengaja memalsukan suatu fakta, laporan, penyajian atau klaim yang mengakibatkan kerugian keuangan atau ekonomi dari para pihak yang menerima laporan atau data palsu tersebut.
- Penggelapan kas (embezzlement cash), pencurian persediaan/aset (Theft of inventory / asset) dan kesalahan (false) atau misleading catatan dan dokumen. Penggelapan kas adalah kecurangan dalam pengalihan hak milik perorangan yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai hak milik itu di mana pemilikan diperoleh dari suatu hubungan kepercayaan. Lapping adalah seseorang mencuri uang kas yang digunakan oleh Customer A untuk membayar piutangnya (Account Receivable), dana yang diterima dari Customer B digunakan untuk membayar saldo A/R milik Customer A, dst (gali lubang tutup lobang). Sedangkan Kitting adalah seseorang menutupi pencuriannya dengan menciptakan kas melalui transfer uang antar bank (interbank transfer). Seseorang menciptakan kas dengan mendepositokan check dari bank A ke Bank B dan menarik uangnya. Karena di Bank A, dananya tidak cukup, maka ybs mendepositokan check dari Bank C ke Bank A sebelum check ke Bank B dikliringkan. Demikian polanya berjalan terus dengan check dan deposit sebanyak diperlukan untuk menjaga agar check-nya tidak sampai ditolak.
- Kecurangan Komputer (Computer fraud) meliputi tindakan ilegal yang mana pengetahuan tentang teknologi komputer adalah esensial untuk perpetration, investigation atau prosecution. Dengan menggunakan sebuah komputer seorang fraud perpetrator dapat mencuri lebih banyak dalam waktu lebih singkat dengan usaha yang lebih kecil. Pelaku fraud telah menggunakan berbagai metode untuk melakukan Computer fraud.
Fraudulent
Financial Reporting
Fraudulent financial reporting adalah
perilaku yang disengaja atau ceroboh,baik dengan tindakan atau
penghapusan,yang menghasilkan laporan keuangan yang menyesatkan (bias). Fraudulent
financial reporting yang terjadi disuatu perusahaan memerlukan perhatian
khusus dari auditor independen.
Penyebab fraudulent financial reporting
umumnya 3 (tiga) hal sbb :
- Manipulasi, falsifikasi, alterasi atas catatan akuntansi dan dokumen pendukung atas laporan keuangan yang disajikan.
- Salah penyajian (misrepresentation) atau kesalahan informasi yang signifikan dalam laporan keuangan.
- Salah penerapan (misapplication) dari prinsip akuntansi yang berhubungan dengan jumlah, klasifikasi, penyajian (presentation) dan pengungkapan (disclosure).
KASUS FRAUD ACCOUNTING
1.
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia
Farma Tbk.
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan
milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen
Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan
tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi,
Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar
dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober
2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated),
karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan
yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih
rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan.
Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated
penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated
persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi
berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated
penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan
timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT
Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga
persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar
harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar
penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001.
Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan
dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut
dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak
berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang
mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang
berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut
juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian
Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses
divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi
penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada
semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam
No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m
– Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar,
sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan
perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan
interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas
kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan
penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan
sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian
sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan
apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan
masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”
2.
Enron Corp
Perusahaan
terbesar ke tujuh di AS yang bergerak di bidang
industri energi, para manajernya memanipulasi
angka yang menjadi dasar untuk memperoleh kompensasi moneter
yang besar. Praktik kecurangan yang dilakukan antara
lain yaitu di Divisi Pelayanan Energi, para eksekutif
melebih-lebihkan nilai kontrak yang dihasilkan dari
estimasi internal. Pada proyek perdagangan luar negerinya
misal di India dan Brasil, para
eksekutif membukukan laba yang mencurigakan.
Strategi yang salah, investasi yang buruk
dan pengendalian keuangan yang lemah menimbulkan
ketimpangan neraca yang sangat besar dan
harga saham yang dilebih-lebihkan. Akibatnya ribuan
orang kehilangan pekerjaan dan kerugian pasar milyaran dollar
pada nilai pasar (Schwartz, 2001; Mclean, 2001). Kasus ini
diperparah dengan praktik akuntansi yang
meragukan dan tidak independennya audit yang
dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP)
Arthur Andersen terhadap Enron. Arthur Anderson,
yang sebelumnya merupakan salah satu “The big
six” tidak hanya melakukan memanipulasi laporan keuangan Enron
tetapi juga telah melakukan tindakan yang
tidak etis dengan menghancurkan dokumen-dokumen
penting yang berkaitan dengan kasus Enron.
Independensi sebagai auditor terpengaruh dengan
banyaknya mantan pejabat dan senior KAP Arthur
Andersen yang bekerja dalam department akuntansi Enron Corp. Baik Enron
maupun Anderson, dua raksasa industri di
bidangnya, sama-sama kolaps dan menorehkan sejarah kelam
dalam praktik akuntansi.
3.
WorldCom
Perusahaan telekomunikasi terbesar
kedua di Amerika Serikat, mengakui telah
Melakukan skandal akuntansi yang menyebabkan
perdagangan sahamnya di bursa NASDAQ terhenti.
Beberapa minggu kemudian, WorldCom menyatakan diri bangkrut.
Perusahaan telah memberi gambaran yang salah tentang kinerja perusahaan
dengan cara memalsukan milyaran bisnis rutin sebagai
belanja modal, sehingga labanya overstated sebesar $11
milyar pada awal 2002. Perusahaan juga meminjamkan uang lebih dari $400
juta kepada Chief Executive Officer (CEO)-nya waktu, Bernard
Ebbers, untuk menutupi kerugian perdagangan
pribadinya. Ironisnya meski di dakwa telah
melakukan pemalsuan, konspirasi dan laporan
keuangan yang salah, mantan CEO WorldCom
tersebut mengaku tidak bersalah (Mehta, 2003; Klayman, 2004;
Reuters, 2004).
Sumber
:
https://blogtiara.wordpress.com/2010/11/26/etika-dalam-akuntansi-creative-accounting-fraud-auditing/